Daster buat Ibu

Ketika aku berusia 17 tahun, usia ibu 35 tahun, usia yang masih sangat muda disaat aku menginjak dewasa. Ibuku menikah dengan ayah ketika berumur 17 tahun, ketika itu ayah adalah seorang prajurit yang bertugas sebagai seorang paswalpres. Ibu sangat pandai  membaca suasana hati kami, kapan saja Ia bisa seperti  teman sebayaku yang asyik untuk diajak bercerita dan curhat.

Ibu juga sangat menyayangi aku dan adik-adikku, meskipun kami suka bandel dan kadang tak  mendengar nasehatnya, namun beliau  tetap tulus dan ikhlas menyiapkan dan menyajikan hidangan masakan untuk kami, apalagi masakannya enak. Ibuku memang jago masak. Sangking enaknya, beliau kadang dipanggil untuk menjadi kepala koki jika ada pesta hajatan didesanya.

Karena keahliannya memasak ibupun, membuka warung kecil-kecilan didepan rumahnya. Ia menjual gado-gado, sate ayam, soto ayam dan kadang pagi hari beliau menjual nasi kuning. Tapi akhir-akhir ini warungnya mulai sepi pembeli, menurut Ibu semalam kadang hanya laku duapuluh ribu. Hatiku yang mendengarnya sangat sedih, semoga aku bisa mendapatkan rezeki yang lebih agar bisa berbuat sesuatu untuk Ibu.

Sebelum membuka warung sate didepan rumah, dulunya ibu menjual gado-gado dipasar depan rumahnya yang diadakan seminggu sekali, yaitu pada hari kamis, sorenya beliau menjual pisang goreng untuk menambah sisa gaji pensiun ayah. Kadang pada saat menjelang lebaran beliau menerima pesanan kue kering. Ibu selalu bersyukur meskipun hanya sedikit keuntungan yang  diterimanya saat itu.

 Ketika aku sudah menikah ibu mencoba usaha lain yaitu dengan berdagang beras, dengan cara mengambil bulan ini dan di bayar bulan depan. Langganannya adalah Ibu-ibu yang ada disekitar kompleksku tinggal, bukannya untung malah kerugian yang didapat, karena ada satu atau dua orang yang menunda-nunda pembayaran bahkan ada yang sengaja menghindar darinya. Namun ibu tak kenal putus asa beliau tetap berjuang agar adik-adikku juga bisa bersekolah yang tinggi.

 Disaat aku mengandung anak pertama ibulah yang selalu setia mendampingiku, membuatkan makanan yang kuinginkan menjagaku ketika tidur malam hari bahkan ketika aku muntah-muntah beliaulah yang menjagaku dipintu kamar mandi dan membuatkan aku bubur pada pagi hari,  saat akan melahirkan ibulah yang mengusap-usap punggungku karena tak tega melihatku menahan sakit.

Selesai melahirkan ibulah yang telaten merawat dan mendampingiku, menyiapkan sayur kuah untukku agar ASIku banyak, menyiapkan bahan-bahan untuk mandi rempah dan rela begadang jika anakku menangis. Ah..ibu begitu besar pengorbananmu hingga kau menomorduakan ayah hanya untuk memberikan perhatian untukku. Semua beliau lakukan dengan ikhlas.

Ketika bersusah payah aku melahirkan anak ketiga.  Berjam-jam, bahkan saat itu aku sudah pasrah. Ibu berada disampingku memanggil namaku dan memegang tanganku, mendengar suara Ibu aku menjadi bersemangat, kukeluarkan semua tenagaku. Bayiku lahir selamat dengan berat badan 4,3 kg dan panjang 50 cm,  semua itu berkat doa ibu.

Ada satu pengalaman yang lucu yang terjadi pada ibu ketika aku akan melahirkan anak pertama, karena bahagianya ibu sampai salah mengangkat tas yang kebetulan saat itu kutaruh berdampingan, satunya tas pakaian bekas dan satunya lagi pakaian bayiku, ternyata yang ibu ambil adalah pakaian bekas dan itu baru disadarinya ketika aku menegurnya ketika akan naik kendaraan, sontak kamipun tertawa karena geli.

Saat ini, jika ibu rindu dengan anak-anakku beliau akan datang kerumahku, untungnya jarak dari rumah ibu kerumahku hanya 20 km, beliau akan datang dengan bungkusan sate, kalau sudah begitu anak-anakkupun akan saling berebut untuk menarik perhatiannya bahkan saat tidurpun minta dikeloni olehnya, ibu memang sangat sayang kepada mereka dan juga suamiku, akupun tak mau kalah kubermanja-manja tidur dipangkuannya. batinku menangis ketika kemendekatinya, ibu masih sempat-sempat datang melihat kami meski bau asap sate masih melekat ditubuhnya.

Bila ibu tidur dirumahku, beliaulah yang menjaga sikecil jika aku pergi kekantor pada pagi hari, tak jarang ketika bangun tidur beliau sudah menyiapkan kopi untuk suamiku dan nasi goreng untuk sarapan anak-anakku. Ketika pulang sekolah aku melihat baju kotor kami sudah berjejer rapi dijemuran, meskipun kadang aku sudah melarangnya beliau tetap saja mengerjakannya. Oh, ibu meskipun anak-anakku sudah besar kasih sayangmu tak pernah luntur untukku.

Aku sayang ibuku, andai waktu bisa bergulir kembali kutak akan membiarkan setetes airmatapun jatuh disudut bening bola matanya, kutak ingin membuatnya hatinya terluka karena ulah dan kata-kataku yang kadang menggores hatinya. Takan kubuat hatinya resah ketika aku pulang agak lambat pada malam hari karena ikut-ikutan dengan teman hanya karena gengsi dikatakan anak muda yang ketinggalan zaman.  Ternyata resahnya hati ibu bisa kurasakan sekarang, saat anak-anakku mulai beranjak dewasa ketika mereka terlambat pulang karena mengikuti aktivitas diluar rumah, berharap tak ada kejadian yang tak diinginkan diluar sana

Airmataku takkan berhenti menetes ketika aku mengingat kejadian beberapa tahun lalu, ketika aku meninggalkan rumah beberapa hari sebagai bentuk protesku kepada ibu yang  menentang hubunganku dengan seorang pria karena perbedaan yang ada antara kami, untungnya aku masih diberi kesadaran untuk kembali kerumah, itupun setelah kudengar ibu sakit. Hingga akhirnya aku bertemu dengan pendamping hidupku saat ini yang juga seorang anggota TNI

Ibuku memang segalanya bagiku, tanpanya mungkin aku takkan jadi wanita karir seperti saat ini. Teringat bagaimana Ibu menentang suamiku yang saat itu mengharuskan aku semata-mata hanya untuk mengurus rumah tangga.  Ibulah yang mendesakku dan memberikan semangat untukku agar aku memanfaatkan ijazahku untuk menjadi seorang guru.

Ketika aku lulus menjadi pegawai beliaulah yang paling bahagia, Ia tak menuntut apa-apa dariku ketika Ia tahu aku menerima gaji pertamaku, saat kutanya apa yang diinginkannya, Ibu hanya tersenyum dan berkata selembar baju dasterpun sudah membuat Ibu bahagia. Begitupula jika aku berkesempatan pergi kekota lain, Ia hanya meminta baju daster. Ya,ibu memang paling senang jika dibelikan baju daster. Ah,,Ibu pengorbanan yang kau berikan untukku baru bisa kubalas dengan selembar baju daster. 

Ibu senyummu merekah seperti embun dipagi hari, memberi ketentraman dihatiku, belaian dan usapan tanganmu seperti matahari yang selalu membawa kehangatan, kasih dan sayangmu melebihi emas dan permata, hati ibu seluas samudera yang biru yang takkan pernah kering sampai kapanpun. Aku berharap Allah memberikanmu kesehatan agar aku dapat membahagiakanmu dan mewujudkan harapan serta impian yang belum sempat kau nikmati.

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Hati Ibu Seluas Samudera

http://abdulcholik.com/2014/11/03/kontes-unggulan-hati-ibu-seluas-samudera/