Senin, 12 Januari 2015

Kunci berkarat, pembawa rahmat

Siapa sih yang ga mau diberi sebuah kado, yang murah aja senang, apalagi yang mahal. Tapi kali ini kado yang kuterima bukanlah seperti itu. Sudah bekas, karatan lagi. Namun berawal dari kado itulah terjalin kisah yang manis.

Ketika aku masih gadis aku senang banget main voli, bukan pemain bayaran sih, atau pemain yang sudah mondar-mandir ikut event-event kejuaraan daerah, hanya sekadar hobi saja. Cukup bagus juga sih permainanku, kadang membuat lawan lari pontang-panting menangkis smash yang ga tajam-tajam amat dariku. Setelah menikahpun aku masih senang dengan yang namanya voli ball.

Sore itu, seperti biasa aku lewat digang kecil yang ada dibelakang rumahku untuk menuju kelapangan voli yang tak jauh dari situ. Ketika itu aku masih tinggal diasrama militer denpom dengan ayah dan ibuku.  Bersebelahan dengan barak denpom, ada barak milik korem yang saat itu sementara direhab. Ahai, ternyata ada seorang pemuda yang dari jauh senyum-senyum melihat kearahku ketika aku melewati bangunan tersebut. Akupun tersipu malu, ada apa ya?? Kok aneh, sepertinya jantungku berdegup keras karena melihat senyumnya. Aku memang sering bertemu dengan pemuda itu, kadang kami saling berpapasan digang kecil dikomplek asrama tersebut. Namun hanya sebatas say hello saja.

Sudah beberapa bulan pemuda tersebut mondar-mandir dibarak tersebut untuk menyelesaikan proyek rehab asrama militer. Dalam perjalanan menuju lapangan akupun berkhayal dibuatnya. Bertanya-tanya dalam hati, sepertinya senyum tadi mengandung arti. Ahh, kutepiskan khayalanku, bergabung bersama ibu-ibu dan bermain voli pasti lebih seru. Berlari kesana kemari, meloncat, tertawa makin menambah seru suasana sore hari itu. Untuk sesaat aku terlupakan dengan senyum manis itu.

Asyik-asyik bermain akupun dikejutkan oleh adikku yang saat itu tiba-tiba memanggilku. “Kak, ini ada titipan, dari om yang sedang rehab bangunan korem”. Sambil menyerahkan sebuah bungkusan kecil. Penasaran dengan isinya akupun membuka bungkusan tersebut. Astaga, aku terkejut, ternyata isinya hanyalah sebuah “kunci berkarat”, mana kertas pembungkusnya sudah usang lagi. Hiks,kuabaikan pemberian darinya dengan menyuruh adikku memegangnya.




Aku kembali asyik dengan permainanku, namun hatiku tak menentu, bertanya-tanya dalam hati apa maksud dari pemberiannya tersebut, dan ini sedikit membuyarkan konsentrasiku saat bermain voli. Pintar juga pemuda itu, memanfaatkan adikku sebagai jasa untuk pengiriman barang, cepat dan tepat, pikirku.

Keesokan harinya, aku bertemu dengan pemuda tersebut, saat itu ia mengantarkan gelas dan ember yang ia pinjam dari ibuku, dia memberikannya kepadaku. Gleeek, aku menjadi gugup ketika ia menyerahkan barang tersebut, ia menyentuh jemariku, jantungku berdegup kencang. Ibarat seorang bidadari yang sedang menari-nari diantara ribuan bunga, kakiku seakan tak menyentuh tanah. Masih dengan senyumnya yang manis iapun mengucapkan terimakasih dan meninggalkanku yang saat itu seperti orang linglung.

Beberapa minggu setelah itu, saat malam minggu ia bertandang kerumah dan mengajakku jalan-jalan dikota palu, dengan naik angkot kamipun menuju pantai talise palu dan duduk-duduk dipinggir pantai tersebut. kemudian ia bertanya padaku, “De, kunci yang kutitip sama adik beberapa hari lalu masih ada?”, kujawab dengan singkat, “iya, masih ada”. Kemudian ia bertanya lagi, “ade tau apa maksudnya?”, masih dengan jawaban yang singkat kujawab “tidak”.

“Kunci itu saya berikan, untuk membuka pintu hati adik”, aku terpaku, belum mengerti apa maksud dari ungkapannya tersebut. “sengaja saya berikan kunci yang berkarat sama ade, seperti hati saya saat ini yang hampir berkarat untuk menunggu kata “ya” atau “tidak” dari jawaban cintamu. Oh. My good, kali ini bukan hanya jantungku yang berdegup keras, tapi aku hampir pingsan dibuatnya. Kepo banget sih aku, baru tahu apa maksud dari kunci berkarat tersebut, pikirku dalam hati. Malam itu tanggal 22 Juli 1999, dengan memberikan jawaban “ya”, akupun resmi menjadi kekasihnya. Rembulan malam yang bersinar dan memantul diatas deburan ombak dan birunya air laut, menambah romantis dan indahnya malam itu.

Senyum manis yang kulihat dari pemuda tersebut, masih bisa kunikmati sampai sekarang. Karena ia telah menjadi imamku saat ini. 14 tahun sudah kami arungi bahtera rumah tangga bersama, dan telah dikaruniai tiga orang putra-putri. Kusimpan kunci berkarat tersebut sebagai bukti dan lambang keabadian cinta kami. Kunci berkarat pemberian darinya adalah pembawa rahmat untuk semua nikmat yang telah kudapat saat ini. Kunci berkarat adalah kado yang paling indah sepanjang hidupku, karena ada sebuah cerita cinta yang terukir disitu.








10 komentar:

  1. Hmmm...so sweet gitu lho, kunci berkarat pembawa berkah dan akhirnya kebuka juga hatinya berkat kunci hehehe...

    BalasHapus
  2. wow hampir 15 tahun aja, itubkunci masih ada semoga kunci itu menjadi saksi bisu cinta seseorang amin

    BalasHapus
  3. Aaaa...so sweet nembaknya..kunci untuk membuka pintu hari. romantis ya :)

    BalasHapus
  4. so sweet..:) pandainya merangkai kata...kunci berkarat penyambung rasa:)

    BalasHapus
  5. Cie, cie, cieee.. Bisa banget nih calon suami mbak waktu itu :D

    BalasHapus
  6. ciieeeehh mengenang masa lalu nich mak. Wah sederhana tapi romantis ya. Ada aja idenya :)

    BalasHapus